Tantangan Terhadap Pendidikan Islam
TANTANGAN TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
Profesor Nugroho Notosusanto, mantan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah membuat kejutan dengan gagasannya untuk
lebih banyak mengembangkan dua segi pendidikan; pendidikan mencerdaskan akal
dan pendidikan humaniora. Pendidikan humaniora menarik banyak pihak, khususnya
dalam kalangan Islam. Bahkan, tanpa berpikir panjang ada pula tokoh pendidikan
Islam yang mengatakan bahwa pendidikan humaniora adalah pendidikan Islam.
Adapun pendidikan akal telah biasa dikembangkan, sehingga tidak terlalu
mengejutkan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Daud Yusup, juga menggugah masyarakat dengan gagasan pendidikan penalarannya,
yang tidak perlu kita dalami sekurang-kurangnya yang bersangkutan dengan
pengembangan akal. Tetapi kalau kita perhatikan hal ini, maka kita khawatir
bila tiap menteri Pendidikan dan Kebudayaan baru, memunculkan gagasan-gagasan
yang lebih merupakan perkiraan yang belum matang, yang terbit dari kesan
sepintas tentang keadaan bidang pendidikan dan bukan berdasarkan penelitian
yang sengaja dilakukan. Niat menteri Daud Yusup untuk menyelesaikan
undang-undang pokok pendidikan tidak terlaksana sungguhpun bahan-bahan telah
sengaja dikumpulkan oleh suatu panitia khusus yang bekerja cukup lama. Kalau
benar pengamatan ini, maka kebijaksanaan pendidikan dalam masa Orde Baru ini
kurang berkesinambungan, dan ini merupakan titik lemah dari masa pembangunan
yang dikumandangkan.
1. Gagasan
Nugroho Notosusanto
Gagasan yang pernah dimunculkan oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan
selama Orde Baru dapat diurutkan sebagai berikut:
- Pembinaan keterampilan (Mashur).
- Pendidikan sebagai bagian kebudayaan yang selanjutanya akan menghadapi suatu proses transformasi dari kebudayaan ke arah peradapan (Daud Yusup).
Pendidikan humaniora (Nugroho Notosusanto)
Menteri-menteri lain seperti Sarino,
Sumantri Brojonegoro, dan Syarif Thajeb serta Sanusi Hardjadinata sibuk dengan
masalah-masalah praktis yang dihadapi sehingga kurang berkesempatan meninjau
masalah pendidikan secara tuntas dan meyeluruh. Gagasan Nugroho Notosusanto
tentang pendidikan humaniora tampaknya juga belum tuntas, disamping bahwa
gagasan tersebut tidak bersifat menyeluruh karena seperti dikatakan diatas,
hanya merupakan bagian saja dari keseluruhan persoalan pendidikan. Ia tidak
tuntas karena yang punya gagasan tidak menjabarkannya lebih lanjut secara
jelas. Mungkin juga bagi yang bersangkutan masih perlu mencari kejelasan.
Secara berturut-turut, ia berkata (menurut berita-berita koran), bahwa
pendidikan tersebut perlu mendapatkan penekanan sastra dan sejarah dan pada
kesempatan lain ia membatasi ini pada hubungan dengan Indonesia.
Gagasan menteri Pendidikan dan
Kebudayaan masih harus dikembangkan dan diisi, terbukti dari seminar simposium,
dan tulisan-tulisan dikoran tentang masalah ini. Seminar dan simposium yang
diselenggarakan secara tiba-tiba (umpama oleh Badan Kerja sama Perguruan Tinggi
Islam, IAIN, Muhammadiyah, dan sebagainya), dimaksudkan untuk memberikan
masukan kepada menteri bersangkutan. Dari segi ini saja, dan dari uraian
tentang lontaran-lontaran pemikiran menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kita
perlu mengingatkan para pendidik kalangan Islam agar menahan diri dalam
memberikan tanggapan terhadap suatu gagasan yang belum jelas.
Sebelum kita mencarikan tempat bagi
humaniora, agar masalah pendidikan dapat ditangani dengan baik, dan tanpa
terlalu bergantung pada selera satu-satu menteri, perlu dipertanyakan hal-hal
berhubungan dengan antara lain:
- Tujuan pendidikan.
- Isi pelajaran (kurikulum), termasuk humaniora.
- Struktur persekolahan.
- Organisasi/administrasi.
- Pengadaan dan peningkatan saran dan tenaga pengajar.
Masalah-masalah ini disebutkan di sini untuk mengingatkan bahwa kalau
hendak mengadakan perubahan dalam segi-segi tertentu dari pendidikan.
- Kalangan Pendidikan Islam
Pertama, kita hadapkan imbauan
kita kepada para pendidik dari kalangan Islam, umumnya para tokoh Islam. Masa
kini dan masa depan menuntut saham kita. Ini berarti juga bahwa kita tidak bisa
dan tidak patut untuk sekadar menjadi pengembang dan pangisi gagasan siapa
saja. Hendaknya kita juga menyumbangkan gagasan kita pula, tetapi dengan
bersifat jelas menyeluruh dan konsisten. Apalagi kalau kita yakin bahwa apa
yang jadi milik kita perlu sekali dikembangkan agar dapat dinikmati oleh
kalangan lain.
Kedua,
baiklah kita ingat bahwa juga dalam pendidikan, kita mempunyai sumber-sumber
yang perlu menjadi pedoman Al-Qur’an dan Sunah. Alam terbentang pun kita
jadikan guru, dan pengalaman (kita serta orang lain) penuh dengan pelajaran.
Malah ushul fiqih mengatakan bahwa adapt mamutus, yaitu adat yang memang termasuk
boleh. Adapun dalam pendidikan, tentulah ada falsafah sendiri dan ada falsafah
pendidikan Islam.
Ketiga,
pada umumnya semua negeri Islam mempertanyakan dari masing-masing dalam
meningkatkan pendidikan. Berbagai konferensi Islam internasional pun telah
diadakan untuk mengkaji kembali system pendidikan yang sesuai dengan ajaran
agama serta tuntunan perkembangan dunia. Baik kajian negeri-negeri Islam
masing-masing, maupun kajian konferensi internasional perlu kita tinjau, dan
mungkin sebagaiannya dijabarkan.
Keempat,
kerja pendidikan bukan kerja yang bergantung kepada siapa yang menjadi menteri.
Kerja pendidikan bukan saja kerja seumur hidup, melainkan sepanjang masa. Oleh
sebab itu, para ahli serta perguruan tinggi Islam dituntut untuk memberi
perhatian secara terus menerus terhadapnya dan mengkajinya. Dengan demikian,
penyelesaian masalah pun dilakukan secara terus menerus tanpa tergantung pada
kedudukan sesaat dari seseorang, baik dalam organisasi (swasta) maupun dalam
pemerintah.
Kelima, pendidikan mengandung segi
praktis, bukan dalam arti perubahan prinsip dasar yang dipedomani, melainkan
dalam arti penerapannya dalam kenyataan: berupa hidup pribadi, masyarakat, dan
Negara, Iman dan amal harus seiring, maka kita perlu konsekuen. Adalah tugas
kita untuk mencerminkan iman ini dalam bentuk pemikiran dan pelaksanaannya di
negeri kita, termasuk dalam soal pendidikan. Negeri ini milik kita bersama,
kita dan mereka siapa saja yang mangaku bertanah air dan kita termasuk memegang
saham terbesar di sini. Konsekuensinya, kita juga wajib memberi saham terbesar
dalam pembinaannya, antara lain dalam bidang pendidikan.#Semoga bermanfaat..??
Comments
Post a Comment