Muhammadiyah dan Seni Budaya
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan
Abstrak
Bab II. Pembahasan
A. Seni Budaya dalam Muhammadiyah
B. Kehidupan dalam Seni dan Budaya
C. Mengembangkan Seni Budaya
D. Kesenian Tradisional Islami perlu
direvitalisasi
E. Perbedaan antara Sekolah atau Perguruan
Muhammadiyah dengan Sekolah atau Perguruan Lain dalam Seni
F. Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah
Bab III. Penutup
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
ABSTRAK
Pembahasan ini mengkaji
dialektika antara seni budaya dalam Muhammadiyah. Didalam Muhammadiyah, agama
memberikan warna, spirit pada seni budaya, sedangkan seni budaya memberikan
kekayaan terhadap agama yang selama ini memisahkan antara agama dan seni
budaya. Sebelum mengetahui dengan jelas mengenai Seni Budaya dalam Muhammadiyah
harus dipahami terlebih dahulu ”apa itu Seni dan apa itu Budaya”. Dalam konteks
ini Seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan,karena
kesenian berkaitan kemanusiaan, sedangkan Budaya adalah hal-hal yang berkenaan
dengan akal.
Didalam kehidupan Muhammadiyah
Seni Budaya dapat merespon terhadap perkembangan seni budaya yang kontemporer.Seni
dan Budaya merupakan penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia yang
merupakan salah satu fitrah yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan
benar sesuai dengan ajaran Islam. Perkembangan Seni Budaya ini memiliki
kepedulian yang cukup banyak mendapatkan perhatian dari berbagai aspek
kehidupan.
Mengetahui Seni Budaya dalam
kehidupan Muhammadiyah dengan tujuan Mempelajari kembali aspek-aspek kehidupan
yang terkait dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, kemudian dengan
diperhatikan kembali perkembangan kehidupan dalam Seni Budaya itu sendiri, maka
dapat juga dipahami kemajuan dari Seni Budaya dalam Muhammadiyah itu sendiri.
Berbagai pemikiran yang tumbuh
dan berkembang yang menjadi faktor
pendorong sehingga Seni Budaya dalam Muhammadiyah menjadi gerakan pembaharuan
yang mendapat perhatian , dimana cita-cita kemajuan ini adalah suatu gerakan
yang rasional. Pembaharuan yang dipelopori Muhammadiyah dalam bidang Seni
Budaya sebenarnya menghadapi konteks kehidupan beragama,dimana bertujuan
memurnikan agama dari syirik, bid’ah, khurafatyang merupakan rasionalisasi
berhubungan dengan pembaharuan Masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
BAB II
MUHAMMADIYAH DAN SENI BUDAYA
A. Seni-Budaya dalam Muhammadiyah
Untuk mengetahui dengan jelas dakwah Muhammadiyah dalam bidang seni dan
budaya , perlu dipahami terlebih dahulu “Apa itu seni dan apa itu budaya”.
Banyak definisi yang telah dirumuskan mengenai seni dan budaya . Drs. Sidi
gazalba ( 1977:20,1978:299-301 ) mendefinisikan seni adalah usaha untuk
menciptakan bentuk – bentuk yang menyenangkan, kesenangan adalah salah satu
naluri asasi atau kebutuhan manusia. Dengan demikian kesenian terkait dengan kemanusiaan. Jika kesenian terkait
kemanusiaan, maka dapat ditemukan hubungan nya dengan islam. Islam diturunkan
untuk memberi petunjuk dan menuntun manusia untuk mewujudkan keselamatan dan
kesenangan dunia dan akhirat.
Sedangkan budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta Buddhayah, jamak dari kata Buddhi
yang berarti ”budi atau akal”. Budaya berbeda dengan kebudayaan, yang pertama
adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa ( mufrodi, 1997: 1).
Jadi kebudayaan atau cultur (inggris) atau ats-Tsaqafah (arab) adalah cara
berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan manusia
yang membentuk kesatuan sosial ( masyarakat ) dalam suatu ruang dan waktu (op.
Cit, 1978:166).
Kebudayaan islam berubah bukan
saja karena jarak giografis antar Indonesia dan Arabia, melainkan jarak
cultural.
- Dari kebudayaan kota yang pluralistik ke kebudayaan desa yang homogen. Orang yang kaya di desa diharapkan akan sering mengadakan selamatan, kalau tidak akan ada sanksi sosial. Penduduk desa tidak membiarkan seseorang lebih dari yang lain. Di desa juga menghendaki supaya ada kesamaan dalam agama, adat istiadat, kebudayaan dan tingkah laku. Orang desa tidak akan kerasan tinggal berdekatan dengan orang lain yang berlainan agama, adat, kebudayaan dan tingkah laku.
- Dari kebudayaan pedagang yang mobile ke kebudayaan petani yang menetap. Kebudayaan petani yang menetap sebenar nya lebih cocok untuk menggambarkan perkembangan Islam di pulau Jawa khususnya daerah pedalaman. Tradisi merantau yang dilestarikan oleh para pedagang, barangkali tradisi ini yang diteruskan dalam tabligh Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan dari kauman, Yogyakarta juga merupakan kenyataan sejarah yang mempengaruhi pembentukan kebudayaan Islam sampai sekarang. Gejala ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan perubahan itu.
- Dari sebuah tradisi besar (great tradision) ke tradisi kecil (little tradision). Keadaan ini mirip dengan masuknya Islam ke Indonesia. Pada saat itu Islam menjadi tradisi kecil ditengah-tengah Hinduisme, Budhisme yang juga menjadi tradisi kecil di Indonesia. Tradisi-tradisi kecil inilah yang bersaing untuk survie. Sementara tradisi besar ada di Timur Tengah, Islam dalam hal ini lebih beruntung dibandingkan dengan Hinduisme dan Budhisme karena ada ibadah Haji dan Umroh sehingga ada hubungan yang kontinyu. Pembaharuan Muhammadiyah, Pan Islamisme dan Rabithah Alam Islamy adalah hasil dari pertemuan antara tradisi kecil dengan tradisi besar.
- Dari sebuah civil society ke peasant society. Ini berarti bahwa kebudayaan Islam semula mengenal system kenegaraan, tetapi dibeberapa tempat khususnya Jawa, kebudayaan Islam kemudian mengalami dikotomi antara abangan dengan santri. Dalam kebudayaan Islam perangkat yang bernama Negara sudah ada, ilmu politik juga berkembang. Sebagian Islam yang dating di Indonesia memang berhasil mempertahankan civil society, tetapi sebagian lain terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi peasant society.
Kredo Muhammadiyah untuk kembali
kepada Al-Qur’an dan Hadits seolah-olah menunjukkan bahwa Muhammadiyah gerakan
anti kebudayaan (Kuntowijoyo dalam Ma’ruf, 1995:2). Semboyan kembalikepada
ajaran Islam yang otentik tidak hanya terbatas masalah ritual saja, melainkan
yang lebih penting adalah sikap kita mengamalkan ajaran yang otentik itu dalam
kehidupan yang bermasyarakat, berbangsa dan benegara. Memang Muhammadiyah
menghindari acara-acara yang sangat popular seperti puji-pujian, khol dan
bejanjen.
Pembaharuan yang dipelopori oleh
Muhammadiyah sebenarnya menghadapi konteks kehidupan beragama yang bercorak
ganda, yaitu sinkretik dan tradisional. Berdirinya Muhammadiyah ditengah-tengah
dua lingkungan itu. Di satu pihak Muhammadiyah menghadapi Islam-sinkretik yang
diwakili oleh kebudayaan Jawa, dengan kraton dan golongan Priyayi sebagai pendukungnya.
Sedangkan dipihak lain Muhammadiyah menghadapi Islam-tradisional yang tersebar
didaerah pedesaan dengan kiai dan pesantren-pesantrennya.
Gagasan pembaharuan untuk memurnikan
agama dari syirik, bid’ah dan khurafat, pada dasarnya merupakan rasionalisasi
yang berhubungan dengan ide mengenai perubahan social dari masyarakat
tradisional ke masyarakat modern. Tampaknya Muhammadiyah memang
mengidentifikasi diri untuk cita-cita semacam itu. Upaya yang dilakukan
misalnya dengan melepaskan beban-beban cultural yang dianggap dapat menghambat
kemajuan. Dari sini dapat dilihat bahwa Muhammadiyah berusaha membongkar budaya
Islam-sinkretik dan Islam-tradisional sekaligus dengan menawarkan sikap
keagamaan yang lebih baik.
Dalam konteks ini, maka Muhammadiyah
sebagai gerakan puritanisme sering dituding sebagai kekuatan dibelakang
menyusutnya symbol-simbol budaya, yang berusaha menghapuskan sumber-sumber
budaya lama untuk digantikan dengan budaya baru. Simbol-simbol agama
disesuaikan oleh Muhammadiyah. Misalnya kesenian, pendidikan, mitologi yang
semuanya disesuaikan dengan perkembangan dan diganti yang baru. berjajen,
salawatan dan pujian dihilangkan untuk diganti dengan sandiwara, nyanyian dan
olah raga. Pesantren diganti sekolah. Sinoman diganti kepanduan. Tanpa penggantian
symbol itu Islam tidak akan survive menghadapi perubahan. Hal ini dilakukan
karena :
a. Muhammadiyah betul-betul harus
membersihkan diri dari syirik sekecil apapun sehingga sangat berhati-hati
dengan symbol.
b. Sebagai akibat modernisasi yang menginginkan
efisiensi dan efektifitas sehingga banyak symbol lama diganti.
Kehati-hatian Muhammadiyah
menggunakan symbol telah menghilangkan bebas cultural dari umat Islam. Segi
positifnya, Islam menjadi agama yang sederhana, mudah dan praktis, kemajuan-kemajuan
hanya mungkin terjadi bila belenggu masa lalu dilepaskan. Sedangkan segi
negatifnya adalah Islam kehilangan kebudayaan, agama menjadi kering,
simbol-simbol menyusut dan Islam menjadi miskin. Misalnya, berzanji, salawatan
dan puji-pujian dari kebudayaan Islam-tradisional yang berisi puisi pujian
untuk Nabi saw, yang biasa dinyanyikan secara kolektif sudah kehilangan sifat
semi-sakralnya ketika mengalami desakralisasi, berubah menjadi teater, tarian,
nyanyian atau puisi. Harus diakui bahwa kebudayaan yang demikian itu meskipun
tidak jauh menyimpang dari ajaran-ajaran Islam bahkan bertentangan dengan
al-Qur’an dan Hadits perlu dilestarikan walaupun dalam bentuk dan warna baru.
Setiap gerakan social, gerakan agama
maupun politik selalu mendasarkan diri kepada pengertian dasarnya. Dr.
Kuntowijoyo (1993:265-6) mengemukakan sebagai gerakan social keagamaan
Muhammdiyah telah mampu menyelenggarakan kegiatan yang cukup bermamfaat untuk
pembinaan individu maupun social masyarakat Islam di Indonesia. Pada tingkat
individu, cita-cita pembentukan pribadi Muslim dengan kualifikasi moral dan
akhlak Islam, terasa sangat khas. Gerakan membentuk keluarga sakinah, membentuk
jamaah dan akhirnya membentuk ummah juga mendominasi gerakan Muhammdiyah.
Tetapi dalam perspektif transformasi social (commuty development), Muhammadiyah
belum memiliki konsep gerakan social yang jelas.
Gerakan social yang ada selama ini
masih terbatas pada pengelompokan-pengelompokan primordial berdasarkan gender
(jenis kelamin) dan usia. Missalnya Aisyiyyah, Gerakan Pemuda Muhammdiyah,
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan sejenisnya. Yang terjadi kemudian adalah
Muhammadiyah cenderung mengabaikan dan membiarkan kelompok-kelompok buruh,
petani, pedagang,dan sebagainya. Ini merupakan kemunduran, sebab gerakan social
yang mendasarkan diri pada gender dan usia ini justru bersifat anti-sosial dan
cenderung mengabaikan adanya realitas stratifikasi dan diferensiasi social.
Dengan demikian maka Muhammdiyah harus merumuskan kembali konsep gerakan
socialnya.
Ditinjau dari segi sejarah,
Muhammadiyah sesungguhnya terbentuk dari budaya kampung. Saat Muhammadiyah
didirikan di Yogyakarta, kehidupan kota sesungguhnya lebih
dikuasai oleh kaum priyayi dengan hegemoni cultural keratonnya. Ini jelas
berbeda bila dibandingkan latar belakang kelahiran NU yang berbasis kepada
cultural agrasir-desa. Pada awal
abad ke 20 terjadi perubahan-perubahan penting dalam masyarakat. Keberhasilan
pendidikan kolonial secara parsial di masyarakat muncul lapisan sosial baru
yaitu kaum priyayi yang bekerja dilembaga pendidikan pemerintah ataupun swasta.
Kaum priyayi inilah yang mempelopori gerakan kebudayaan dengan semboyan
kemajuan (the idea of progress).
Cita-cita
kemajuan dan gerakan kebudayaan rasional, tumbuh menjadi gerakan kebudayaan
kritis menggantikan kebudayaan yang konformis. Misalnya ketika KH. Ahmad Dahlan
menyatakan bahwa meminta berkah dari orang yang telah meninggal itu merupakan
syirik, sebenarnya beliau sudah membebaskan masyarakatnya dari takhayul dan
menggantikannya dengan tata cara agama yang lebih rasional. Gerakan keagamaan
semacam ini memakai semboyan lain yaitu gerakan tajdid, tetapi yang
dikerjakannya sebenarnya ialah gerakan kemajuan.
Dakwah
adalah menggarami kehidupan umat manusia dengan nilai-nilai iman, Islam dan
taqwa demi kebahagiaan hidup di akhirat (ma’arif, 1995:101). Selama denyut nadi
manusia masih berlangsung maka merupakan suatu kewajiban menyampaikan pesan
risalah kenabian dalam kondisi dan situasi yang bagiamanapun coraknya. Dari
segi ini Muhammadiyah sangat puritan dalam bidang aqidah dan ibadah mahdlah,
tetapi sangat modern dalam muamalah. Dengan kata lain modernisme berdasarkan
rasionalitas yang terbuka. Apabila ini tidak dipahami akan terjadi pergeseran.
B. Kehidupan dalam Seni dan Budaya
- Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, Islam bahkan menyalurkan, mengatur dan mengarahkan fitrah itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia sebagai makhluk Allah.
- Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia merupakan salah satu fitrah yang dianugrahkan Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa dan ajaran Islam.
- Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke 22 tahun 1995 ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan pasat (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba’id ’anillah (terjauhkan dari Allah), maka pengembangan kehidupan seni dan budaya dikalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut.
- Seni rupa yang objeknya makhluk bernyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan dan sejarah serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa isyyan (kedurhakaan) dan kemusyikan.
- Seni suara baik vocal maupun instrumental, seni sastra dan seni pertunjukkan pada dasarnya mubah (boleh) serta menjadi terlarang manakalah seni tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama dalam ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual maupuan visual.
- Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
- Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan muslim.
C. Mengembangkan Seni Budaya
Muhammadiyah
memiliki kepudulian yang cukup terhadap kebudayaan khususnya tentang seni,
sehingga pernah memiliki lembaga yang di sebut ISBM (Ikatan Seniman dan
Budayawan Muhammadiyah). Lembaga ini tidak bisa berkembang seperti yang
diharapkan, karena masih ada saja kendala-kendala yang dihadapi, baik dari
dalam diri Muhammadiyah yaitu kurangnya dukungan dari ulama-ulama, maupun dari
luar yaitu kondisi politik yang belum kondusif. Baru menjelang Muktamar Muhammadiyah
ke-42 di Yogyakarta gairah seni Muhammadiyah muncul kembali, dengan ditampilkan
berbagai macam kesenian untuk menyemarakan Muktamar, salah satunya adalah
Lautan Jilbab karya Emha Ainum Najib.
Pada
Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta tersebut, masalah kebudayaan
mendapatkan porsi perhatian yang memadai dari peserta Muktamar, dan akhirnya
masuk dalam keputusan Muktamar. Hal ini bisa dilihat dalam Program Muhammadiyah
periode 1990-1995 pada sub E tentang Kebudayaan, yaitu ;
- Meningkatkan perhatian terhadap masalah-masalah sosial budaya seperti; kesenian, perkembangan dan perubahan masyarakat termasuk budaya tradisional, gaya hidup masyarakat, kepariwisataan, olahraga, dan aspek-aspek sosial budaya lainnya yang mempengaruhi perkembangan masyarakat, disertai upaya-upaya pengembangan khazanah budaya Islam, sehingga kehadiran Muhammadiyah mampu memberikan supremasi kebudayaan ditengah perbenturan budaya-budaya duniawi dewasa ini.
- Mengembangkan seni budaya profetik dan religius yang mampu mendorong dan membangkitkan fitrah kemanusiaandan mendekatkan manusia kepada Allah dengan simbol-simbol yang mudah diterima masyarakat dalam kerangka dakwah Islam.
- Memberikan panduan terhadap gaya hidup masyarakat yang makin modern dengan kecenderunganya yang pragmatis, konsumtif, materialistis, dan hedonistik, dengan pendekatan dan mengunakan simbol-simbol budaya alternatif dalam keranga kebudayaan sesuai ajaran Islam. Untuk menangani program ini dibentuklah sebuah Majlis Kebudayaan.
Cukup menggembirakan ketika kalangan Muhammadiyah makin sadar dan
makin ramah budaya. Ini menunjukkan kalau apa yang disebut sebagai dakwah
kultural mulai sedikit demi sedikit dipraktikkan dan dikembangkan. Misalnya,
apa yang dilakukan oleh Panitia Penerima Muktamar Satu Abad Muhammadiyah atau
Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta. Seksi Pembukaan, dalam kegiatan
menyongsong dan mencanangkan gema Muktamar telah menyelenggarakan kegiatan pra
Muktamar.
Paket acaranya adalah,
peluncuran logo Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, theme song Muktamar, Countdown
atau penghitungan mundur menuju hari H pelaksanaan Muktamar, launching TV
Muhammadiyah bernama AdiTV dan pagelaran kolosal berjudul Langen Carito
Sumunaring Suryo Cahyaning Nagari. Kegiatan ini berlangsung pada 18 Juli 2009
di Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Hadir dalam acara ini Ketua Umum PP
Muhammadiyah Prof. DR. Din Syamsuddin, Ketua PP Aisyiyah Prof. DR. Chamamah
Soeratno, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua Umum Panitia Penerima Muktamar
Satu Abad Muhammadiyah, Herry Zudianto, SE, MM, Akt. dan puluhan ribu warga dan
simpatisan Muhammadiyah DIY dan Jawa Tengah.
Khusus untuk pentas Langen Carito ada catatan
khusus yang ingin penulis sampaikan. Sebab sehabis pentas banyak sekali pesan
pendek omongan lisan langsung, lalu ada dua tulisan sampai pada penulis yang
isinya adalah mengritik dan ingin memberi masukan. Sebab, kalau pentas Langen
Carito itu dijadikan ukuran dan akan dipentaskan lagi pada Pembukaan Muktamar
ke-46 nanti di Yogyakarta, banyak yang keberatan. Ada yang mengatakan, kalau
pentas seperti itu ditampilkan di pembukaan nanti, maka sebagai warga Yogyakarta
dan sebagai warga Muhammadiyah dia merasa malu. Maksudnya memalukan Yogyakarta
sebagai kota budaya dan gudang para budayawan dan seniman unggul di Indonesia.
Dalam kenyataan, potensi seni
budaya Muhammadiyah yang dalam hal ini yang dikoordinasi oleh Lembaga Seni
Budaya (LSB) Muhammadiyah baik di tingkat PP, PWM, PDM ke bawah tidak
dilibatkan sama sekali sejak awal. LSB Muhammadiyah sepertinya dianggap tidak
ada. Padahal LSB Muhammadiyah itu jelas ada dan selama ini aktif menghimpun
potensi yang akan disumbangkan pada Muktamar Satu Abad Muhammadiyah. Sejak awal
sepertinya sudah ada penunjukan kepada Event Organizer dan penentu pertunjukan
yang bukan kader Muhammadiyah. Dengan demikian kalau dalam Langen Carito itu
ada isinya yang kurang sesuai dengan ideologi dan pemaknaan terhadap spirit
perjuangan KHA Dahlan dapat dimaklumi, tetapi tidak boleh terjadi lagi dalam
Pembukaan Muktamar nanti. Kebesaran KHA Dahlan dan kebesaran Muhammadiyah tidak
boleh dikerdilkan hanya karena ada sekian kesalahan teknis atau kesalahan
kebijakan seperti di atas.
D. Kesenian Tradisional Islami
Perlu Direvitalisasi
Sebagai organisasi
kemasyarakatan, Muhammadiyah telah menunjukkan keseriusannya menggarap aspek
pendidikan dan bidang sosial. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya lembaga
pendidikan, panti asuhan, dan berbagai balai kesehatan yang dimilikinya di
berbagai daerah di Indonesia. Namun dalam aspek budaya, Muhammadiyah belum
maksimal menggarapnya. Aspek kebudayaan sangat penting diperhatikan
Muhammadiyah. Melalui kebudayaan, dakwah yang dilakukan Muhammadiyah akan mudah
diterima masyarakat Indonesia. Sebenarnya tidak hanya Muhammadiyah, tapi juga
ormas Islam secara umum kurang memperhatikan aspek kebudayaan. Ini bisa dilihat
dari tidak adanya respon dari ormas Islam terhadap berbagai klaim kepemilikan
budaya dan kesenian Indonesia oleh negara tetangga.
Muhammadiyah harus bisa meramu bentuk
kesenian yang layak ditonton masyarakat muslim. Keberadaan seni dan budaya
dalam struktur kepengurusan Muhammadiyah hanya setingkat lembaga pembantu
pimpinan yang tidak memiliki struktur sampai ke tingkat ranting. Karena
setiap daerah memiliki perbedaan budaya dan kesenian.
Khazanah kesenian tradisional yang Islami perlu direposisi dan
direvitalisasi karena bisa menjadi pendukung syiar Islam, kesenian tersebut
sama sekali tidak bertentangan dengan Islam, malah dapat dijadikan media dakwah
kultural atau dakwah melalui kesenian, khususnya bagi Muhammadiyah. Ia mengatakan Muhammadiyah merupakan salah
satu organisasi sosial kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia. Namun dalam
perjalanan dakwahnya, Muhammadiyah melalui program atau gerakan pemurnian
ajaran Islam pernah dituduh sebagai organisasi yang tidak ramah terhadap seni.
Banyak kritikan yang
menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak `bersahabat`
terhadap kebudayaan, khususnya budaya lokal termasuk kesenian tradisional.
Kondisi itu, menurut dia, menumbuhkan sikap ketidaktertarikan warga
Muhammadiyah terhadap kesenian terutama kesenian tradisional. Mereka terlalu
khawatir kebudayaan lokal akan menodai agama Islam. Padahal, jika kita menengok
perjalanan Islam di Jawa pada masa lalu telah terbukti betapa dekatnya Islam
dengan kebudayaan. Dalam konteks itu selama ini telah terjadi peminggiran
terhadap khazanah budaya lokal yang dilakukan masyarakat Islam termasuk
Muhammadiyah, apriorinya terhadap kesenian, sehingga kesenian tradisional yang
bernuansakan Islam seperti shalawatan, angguk, kubrasiswa, dan hadrah juga ikut
terpinggirkan. Padahal kesenian tradisional tersebut bukan semata-mata hanya
berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki muatan pendidikan atau dakwah
yang cukup signifikan.
E. Perbedaan antara Sekolah atau
Perguruan Muhammadiyah dengan Sekolah atau Perguruan Lain dalam Bidang Seni
Di sekolah Muhammadiyah hampir
dipastikan pendidikan musik, drum band, dan
seni beladiri (Tapak Suci)-nya maju. DR. Kuntowijoyo banyak menjelaskan,
mengapa Muhammadiyah memilih seni musik, drum band, dan seni beladiri untuk
diajarkan di sekolah dan komunitasnya. Menurut beliau, karena cabang seni
tersebut memiliki ‘kadar rasionalitas’ yang cukup tinggi. Maksudnya, dikaitkan
dengan pilihan dakwah Muhammadiyah yang meneguhkan tauhid dan mencerahkan
kehidupan masyarakat, cabang seni tersebut paling efektif untuk mencapai tujuan.
Hal ini disebabkan dalam kehidupan sehari-hari, seni musik, drum band, dan seni
beladiri dapat dikatakan paling fungsional. Fungsional dalam membentuk watak
dan fungsional dalam mengatasi persoalan hidup manusia. Atau istilah
pendidikannya, Muhammadiyah dengan pilihan seni tersebut dapat membentuk anak
didiknya menjadi lebih cakap, terampil, dan berani bertindak. Ini dapat
dibuktikan misalnya, ketika mereka dewasa. Jika di sebuah perumahan ada tiga
atau lima orang yang pernah dididik di lingkungan Muhammadiyah bertemu dan
berkumpul maka ada kemungkinan mereka akan sepakat mendirikan jamaah, atau
kemudian mendirikan Ranting.
Ketika seorang anak dididik
dalam seni musik, atau dilatih bermain drum band atau dilatih memainkan
jurus-jurus Tapak Suci tentu saja maksud utamanya bukan untuk menjadikan si
anak didik menjadi pemusik, ahli drum band atau menjadi pendekar pencak silat
yang ditakuti orang. Maksud utamanya adalah agar substansi dari nilai-nilai
utama kehidupan yang tersembunyi di balik kegiatan seni itu dapat tertanam dan
menjadi bagian utama bagi pembentukan watak si anak didik. Yaitu, watak sebagai
pejuang dakwah. Pejuang dakwah yang tangguh, luwes, cerdas, dan mampu memberi
arah kepada masyarakat di tempat dia bertugas.
Dengan demikian, adalah salah besar jika di lingkungan Muhammadiyah
Majelis Dikdasmennya menyepelekan pendidikan seni, salah besar jika orang-orang
yang duduk di Majelis Dikdasmen misalnya tidak tahu seni atau malahan anti
kesenian. Sebab, ini berarti mereka mengingkari hakikat dan keputusan
Muhammadiyah sendiri tentang dakwah kultural. Mereka juga mengingkari pilihan
awal Muhammadiyah yang ketika berdakwah dan mengembangkan amal usahanya sangat
menghargai pendidikan seni. Demikian juga, adalah salah besar jika ada seorang
atau banyak kepala sekolah di Muhammadiyah yang mengabaikan atau menganggap
remeh pendidikan seni di sekolahnya. Sebab ini berarti dia telah meninggalkan
atau menanggalkan ciri khas dari sekolah Muhammadiyah yang membedakannya dengan
sekolah bukan Muhammadiyah, ada sekolah menengah atas yang dikenal mampu
menghasilkan murid yang pro kesenian, pro dakwah, dan memunculkan tokoh seni
kelas satu di tingkat nasional.
F. Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah
Program kerja:
1. Terbentuknya
kepengurusan Lembaga Seni Budaya
Muhammadiyah (LSBM) di Daerah, Cabang, dan Ranting, terorganisasi dan ada kegiatan yang terkoordinasi dengan
baik.
2. Mempunyai program dari Wilayah secara
berkesinambungan pada setiap jenjang dan level kepemimpinan sampai ke Ranting,
sehingga tercipta rangkaian kegiatan terkendali, sistematis, terstruktur, dan
bermanfaat bagi masyarakat luas.
3. Penataran guru-guru kesenian di sekolah
Muhammadiyah untuk memahami lagu-lagu persyarikatan, sehingga memiliki
sanggar-sanggar seni.
4. Penetapan jadwal lomba-lomba terkait
dengan seni dan kebudayaan.
5. Mampu mengisi acara pada moment-moment
persyarikatan seperti Upacara Hari-Hari Besar Islam, Musda, Muscab, Musran,
dll.
Macam-macam kegiatan:
- Seni musik (kasidah /paduan suara /vocal group /solo song /garapan budaya dan tradisi daerah.
- Seni teater /drama /sandiwara /sinetron /baca puisi /pantomim (acara panggung).
- Berbagai macam tarian adat, misalnya; Tari Syech Saman Ala Aceh /Sigeh Pengunten (Tari Adat Lampung), Tari Bedana, Tari Payung, dll (Adat Minang) dan berbagai hasil kreasi baru yang Islami.
- Seni rupa /melukis /menggambar / seni terapan (terpakai) /seni kriya / kaligrafi /menyulam /sablon /percetakan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa definisi dari seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk –
bentuk yang menyenangkan, kesenangan adalah salah satu naluri asasi atau
kebutuhan manusia, sedangkan Kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang
menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan manusia yang membentuk kesatuan
sosial ( masyarakat ) dalam suatu ruang dan waktu. Ditinjau dari segi sejarah,
Muhammadiyah sesungguhnya terbentuk dari budaya kampung. Saat Muhammadiyah
didirikan di Yogyakarta, kehidupan kota
sesungguhnya lebih dikuasai oleh kaum priyayi dengan hegemoni cultural keratonnya.
Dalam kenyataan, potensi seni budaya Muhammadiyah yang dalam hal ini yang
dikoordinasi oleh Lembaga Seni Budaya (LSB) Muhammadiyah baik di tingkat PP,
PWM, PDM ke bawah tidak dilibatkan sama sekali sejak awal. LSB Muhammadiyah
sepertinya dianggap tidak ada.
Kehidupan dalam Seni Budaya;
- Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
- Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan kebudayaan muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Hambali, Hamdan.2006.Ideologi dan Strategi
Muhammadiyah(Yogyakarta : Suara Muhammadiyah).
Baidhawy, Zakiyuddin, dkk.1996.Studi
Kemuhammadiyahan(Surakarta :Lembaga Studi Islam).
Syaukani, Imam dan Khozin. 2000. Pembaharuan Islam
(Malang : AIK).
Kuntowijoyo. 1994. Dinamika Sejarah Umat
Islam(yogyakarta : Pustaka Pelajar)
http:WWW. Muhammadiyah dan Seni budaya.Com.
#Semoga bermanfaat..??
#Semoga bermanfaat..??
Comments
Post a Comment