Kemampuan Matematika Siswa

Kemampuan Matematika Siswa
1. Kemampuan Komunikasi Matematika
Secara umum komunikasi dipahami sebagai suatu bentuk aktivitas  penyampaian informasi dalam suatu komunitas tertentu. Komunikasi dapat  terjadi dalam satu arah, yaitu dari penyampai pesan kepada penerima pesan. Pada aktivitas komunikasi seperti ini bisa terdapat banyak penyampai dan penerima pesan, sehingga komunikasi ini merupakan aktivitas berbagi ide dan gagasan, curah pendapat, sumbang saran dan kerjasama dalam kelompok. Aktivitas semacam ini dapat mengasah kemampuan berkomunikasi atau kemampuan menyampaikan pemikiran tentang sesuatu hal bagi para pesertanya. Khususnya komunikasi dalam matematika adalah suatu aktivitas penyampaian dan atau penerimaan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa matematika.
Depdiknas (2001 : 8 ) menyatakan bahwa mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis dan efisien. Lindquist (NCTM, 1989 :2) berpendapat bahwa jika sepakat matematika merupakan bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengasses matematika.
Di dalam pembelajaran matematika, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert (1990 : 32) setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mereka mampu gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak tercapai sasaran.
                           Agar komunikasi matematika itu dapat berjalan dan berperan dengan baik, maka diciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam komunikasi matematika, siswa sebaiknya diorganisasikan dalam kelompok-kelompok kecil yang dapat dimungkinkan terjadinya komunikasi multi-arah, yaitu komunikasi siswa dengan siswa dalam satu kelompok.
Kelompok-kelompok kecil tersebut terdiri dari 4-6 orang siswa yang memiliki kemampuan heterogen. Di dalam kelompok tersebut siswa menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah. Dalam kelompok-kelompok kecil ini memungkinkan timbulnya komunikasi dan interaksi yang lebih baik antar siswa. Kramaski (2000 : 167) mengatakan bahwa mempertinggi kemampuan komunikasi matematika secara alami adalah dengan memberi kesempatan belajar kepada siswa dalam kelompok kecil dimana mereka dapat berinteraksi.
Pada saat pembagian kelompok itu perlu diperhatikan komposisi siswa yang pandai, sedang dan kurang, misalnya 1 kelompok terdiri dari 1 orang siswa yang pandai, 2 orang siswa sedang, dan 1 orang siswa yang kurang. Kehadiran siswa pandai dapat menjadi tutor sebaya bagi rekan-rekannya. Suherman (2001 : 233) menyatakan “Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan. Bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami. Dengan teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk bertanya ataupun minta bantuan”.
Melalui komunikasi yang terjadi di kelompok-kelompok kecil, pemikiran matematika siswa dapat diorganisasikan dan dikonsolidasikan. Pengkomunikasian matematika yang dilakukan siswa pada setiap kali pelajaran matematika, secara bertahap tentu akan dapat meningkatkan kualitas komunikasi, dalam arti bahwa pengkomunikasian pemikiran matematika siswa tersebut semakin cermat, tepat, sistematis dan efisien.
Untuk mengungkapkan kemampuan komunikasi matematik dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti diskusi dan mengerjakan berbagai bentuk soal, baik pilihan ganda maupun uraian (Cai, Lane & Jakabcsin, 1998 : 240). Ada sejumlah bentuk soal uraian yang dapat digunakan untuk menjaring kemampuan komunikasi matematik siswa.
Dalam standar kurikulum matematika untuk kelas 9-12 (tingkat SMA) diungkapkan bahwa, matematika sebagai alat komunikasi dapat :
1.     Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan hubungannya.
2.     Merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi.
3.     Mengungkapkan ide matematik secara lisan dan tulisan.
4.     Menyajikan matematika yang  dibaca dan ditulis dengan pengertian.
5.     Menjelaskan dan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan matematika yang telah dibaca atau didengar.
6.     Menghargai nilai ekonomis, daya dan keindahan notasi matematika, serta perannya dalam mengembangkan ide matematik (NCTM,1989:140).
Romberg, Chair (Sumarmo, 2002: 15) mengatakan bahwa, salah satu aspek berpikir tingkat tinggi dalam matematika adalah komunikasi dalam matematika atau komunikasi matematik yang menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematik, menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
Dari kedua uraian tentang komunikasi matematik siswa di atas tampak bahwa, komunikasi matematik dapat terjadi bila siswa belajar dalam kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai peluang yang cukup untuk menyampaikan gagasan atau pendapat dalam kelompoknya, sehingga prosedur berpikir yang dilakukannya dalam memecahkan masalah ataupun menyelesaikan tugas dapat terkomunikasikan dalam kelompoknya.
Dalam pembelajaran, berkomunikasi dengan menggunakan matematika yang dipelajari di sekolah perlu ditumbuhkan, sebab salah satu  fungsi pelajaran matematika adalah sebagai cara mengkomunikasikan gagasan secara praktis, sistematis, dan efisien. Komunikasi merupakan  bagian penting dari pendidikan matematika.
Peran komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah :
1.      Dengan komunikasi ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, membantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika
2.      Komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa
3.      Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka
4.      Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk: pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatkan keterampilan sosial
5.      “Writing and Talking” dapat menjadikan alat yang sangat bermakna (powerfull) untuk membentuk komunitas matematika yang inklusif.       
Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematika pada pembelajaran matematika menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari :
1.   Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
2.   Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide Matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya.
3.   Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.     
Berkaitan dengan komunikasi matematika atau komunikasi dalam matematika ini, Sumarmo (2003, 2004) memberikan indikator-indikator yang lebih rinci, yaitu:
1.      Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
2.      Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika, secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
3.      Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
4.      Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5.      Membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pernyataan yang relevan
6.      Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.
7.      Menjelaskan dan membuat pertanyaan Matematika yang telah dipelajari.
Berikut ini akan disajikan indikator-indikator komunikasi untuk jenjang-jenjang pendidikan:
1.       Indikator komunikasi untuk siswa setingkat Sekolah Dasar adalah:
a.                Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika
b.               Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar
c.                Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa simbol matematika
d.               Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
2.       Indikator komunikasi matematika untuk siswa setingkat SMP adalah:
a.                Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkrit, gambar, grafik, dan metode-metode aljabar
b.               Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika
c.                Mengembangkan pemahaman dasar matematika, termasuk aturan-aturan definisi matematika
d.               Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu ide matematika
e.                Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturan-aturannya dlam mengembangkan ide matematika.
3.         Indikator komunikasi matematika untuk siswa setingkat SMA adalah:
a.                Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika
b.               Menyusun formulasi dan definisi-definisi matematika dan membuat generalisasi dari temuan-temuan yang ada melalui investigasi
c.                Mengepresikan ide-ide matematika secara lisan dan tulisan
d.               Membaca dengan pemahaman suatu presentasi tertulis
e.                Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Penskoran Pada Komunikasi Matematika dalam Pembelajaran Matematika
Skr
Menulis
(Written texts)
Menggambar (Drawing)
Ekpresi Matematika (Mathematical Expression)
0
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak  memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1
Hanya sedikit dari penjelasan yang benar
Hanya sedikit dari gambar, diagram, atau tabel yang benar.
Hanya sedikit dari model matematika yang benar.
2
Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar
Melukiskan, diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi.
3
Penjelasan secara ma­­­­te­matis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa.
Melukiskan, diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
Membuat model mate­matika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau men­dapatkan solusi secara benar dan lengkap
4
Penjelasan secara ma­­­tematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis



Skor Maksimal =  4
Skor Maksimal = 3
Skor Maksimal =    3





       Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996b) dan Ansari (2004)
Kriteria Penilaian Komunikasi Matematik
Skor
Kriteria
4


3

2

1
0
Jawaban lengkap dan jelas sesuai dengan petunjuk soal disertai argumen yang benar berdasarkan prinsip dan konsep matematika
Jawaban hampir lengkap, sebagian petunjuk soal diikuti dan disertai argumen yang benar
Jawaban hampir lengkap sebagian petunjuk soal diikuti tetapi argumen kurang tepat
Jawaban kurang lengkap dan argumen kurang tepat
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan soal

Dalam situasi belajar, komunikasi memegang peranan yang penting. Komunikasi merupakan suatu bagian dari pengajaran. Komunikasi diperlukan untuk:
1. Membangkitkan dan memelihara perhatian siswa.
2. Memberitahukan dan memperlihatkan hasil belajar yang diharapkan.
3. Merangsang siswa untuk mengingat kembali hal-hal yang bertalian dengan topik-topik tertentu.
4. Menyajikan stimulus untuk mempelajari suatu konsep, prinsip atau masalah.
5. Memberi bimbingan siswa dalam belajar.
6. Menilai hasil belajar siswa.
(Nasution, 1982:194)
Komunikasi merupakan proses dalam mencari, memilah-milah, merumuskan, menerapkan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. (DePorter Bobby, 1992: 150)
Dalam proses belajar mengajar dapat kita amati , siswa yang melakukan berbagai aktivitas belajar seperti mendengarkan, mencatat, bertanya, berdiskusi, membuat pekerjaan rumah. Juga dapat kita amati, guru dengan berbagai aktivitasnya seperti menerangkan, bertanya, mendemonstrasikan, mencatatkan hal-hal yang penting di papan tulis dan lain-lain, yang merupakan upaya agar para siswa dapat belajar. Kedua pihak yaitu siswa dan guru sama-sama aktif dalam satu interaksi pendidikan (interaksi edukatif). (Natawidjaja, 1982: 51)
Memecahkan masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya (discovery) tanpa bantuan khusus. Dalam memecahkan masalah, pelajar harus berfikir, mencobakan hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah itu ia mempelajari sesuatu yang baru. Langkah-langkah yang diikuti dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut:
1. Pelajar dihadapkan dengan masalah
2. Pelajar merumuskan masalah itu
3. Merumuskan hipotesis
4. Menguji hipotesis
(Nasution, 1982: 170)
Mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan kehidupan. Dengan kata lain, bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan, sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana menyampaikan informasi yang relevan, menganalisa 17 informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya. Matematika yang disajikan kepada siswa-siswa yang berupa masalah akan memberikan motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut. (Hudojo, 1977: 91)
Sedangkan kemampuan komunikasi matematis  dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam  menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis.
Untuk melakukan identifikasi masalah, perlu diawali oleh diskusi kelas guna berbagi pengetahuan tentang masalah-masalah di masyarakat. Untuk mengerjakan kegiatan ini, seluruh siswa hendaknya membaca dan mendiskusikan masalah-masalah yang dapat ditemukan di kelas. Misalnya saja guru membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil (3-4 orang). Setiap kelompok diminta untuk mencari suatu masalah (misalnya: cara mengerjakan soal matematika yang menyangkut pemecahan masalah yang diberikan oleh guru), lalu mendiskusikannya ke dalam kelompok kecil tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti yang terdapat pada format identifikasi dan analisis masalah. (Budimansyah, 2002: 14)
Bentuk atau format belajar mengajar yang bisa dilakukan dalam kelompok kecil, format ini banyak mendorong guru untuk mengurangi format komunikasi satu arah seperti yang nampak jelas pada format ceramah. Belajar dalam kelompok kecil mendorong terciptanya suatu kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan komunikasi, interaksi edukatif dua arah dan banyak arah sehingga diperkirakan siswa yang belajar tersebut secara mental emosional lebih terlihat dibandingkan dengan format ceramah, guru cenderung untuk menjadi pusat proses kegiatan belajar mengajar. (Natawidjaja, 1982: 70).

Comments

Popular posts from this blog

Izinkan aku kembali padamu ya Allah

Muhammadiyah dan Seni Budaya

Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)